Kyai Haji Mohammad Hasyim Asy’ari, bagian belakangnya juga sering dieja
Asy’ari atau Ashari, lahir 10 April 1875 (24 Dzulqaidah 1287H) dan wafat
pada 25 Juli 1947; dimakamkan di Tebu Ireng, Jombang, adalah pendiri
Nahdlatul Ulama, organisasi massa Islam yang terbesar di Indonesia.
KH Hasyim Asy’ari
adalah putra ketiga dari 11 bersaudara. Ayahnya bernama Kyai Asyari,
pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Ibunya
bernama Halimah. Dari garis ibu, Hasyim merupakan keturunan kedelapan
dari Jaka Tingkir (Sultan Pajang). Hasyim adalah putra ketiga dari 11
bersaudara. Namun keluarga Hasyim adalah keluarga Kyai. Kakeknya, Kyai
Utsman memimpin Pesantren Nggedang, sebelah utara Jombang. Sedangkan
ayahnya sendiri, Kyai Asy’ari, memimpin Pesantren Keras yang berada di
sebelah selatan Jombang. Dua orang inilah yang menanamkan nilai dan
dasar-dasar Islam secara kokoh kepada Hasyim.
Sejak anak-anak, bakat kepemimpinan dan
kecerdasan Hasyim memang sudah nampak. Di antara teman sepermainannya,
ia kerap tampil sebagai pemimpin. Dalam usia 13 tahun, ia sudah membantu
ayahnya mengajar santri-santri yang lebih besar ketimbang dirinya. Usia
15 tahun Hasyim meninggalkan kedua orang tuanya, berkelana memperdalam
ilmu dari satu pesantren ke pesantren lain. Mula-mula ia menjadi santri
di Pesantren Wonokoyo, Probolinggo. Kemudian pindah ke Pesantren PP
Langitan, Widang, Tuban. Pindah lagi Pesantren Trenggilis, Semarang.
Belum puas dengan berbagai ilmu yang dikecapnya, ia melanjutkan di
Pesantren Kademangan, Bangkalan di bawah asuhan KH Cholil Bangkalan.
KH Hasyim Asyari belajar dasar-dasar
agama dari ayah dan kakeknya, Kyai Utsman yang juga pemimpin Pesantren
Nggedang di Jombang. Sejak usia 15 tahun, beliau berkelana menimba ilmu
di berbagai pesantren, antara lain Pesantren Wonokoyo di Probolinggo,
Pesantren Langitan di Tuban, Pesantren Trenggilis di Semarang, Pesantren
Kademangan di Bangkalan dan Pesantren Siwalan di Sidoarjo.
Tak lama di sini, Hasyim pindah lagi di
Pesantren Siwalan, Sidoarjo. Di pesantren yang diasuh Kyai Ya’qub
inilah, agaknya, Hasyim merasa benar-benar menemukan sumber Islam yang
diinginkan. Kyai Ya’qub dikenal sebagai ulama yang berpandangan luas dan
alim dalam ilmu agama. Cukup lama –lima tahun– Hasyim menyerap ilmu di
Pesantren Siwalan. Dan rupanya Kyai Ya’qub sendiri kesengsem berat
kepada pemuda yang cerdas dan alim itu. Maka, Hasyim bukan saja mendapat
ilmu, melainkan juga istri. Ia, yang baru berumur 21 tahun, dinikahkan
dengan Chadidjah, salah satu puteri Kyai Ya’qub. Tidak lama setelah
menikah, Hasyim bersama istrinya berangkat ke Mekkah guna menunaikan
ibadah haji. Tujuh bulan di sana, Hasyim kembali ke tanah air, sesudah
istri dan anaknya meninggal.
Tahun 1893, ia berangkat lagi ke Tanah
Suci. Sejak itulah ia menetap di Mekkah selama 7 tahun dan berguru pada
Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau, Syaikh Mahfudz At-Tarmasi, Syaikh Ahmad
Amin Al Aththar, Syaikh Ibrahim Arab, Syaikh Said Yamani, Syaikh
Rahmaullah, Syaikh Sholeh Bafadlal, Sayyid Abbas Maliki, Sayyid Alwi bin
Ahmad As Saqqaf, dan Sayyid Husein Al Habsyi. Tahun l899 pulang ke
Tanah Air, Hasyim mengajar di pesanten milik kakeknya, Kyai Usman. Tak
lama kemudian ia mendirikan Pesantren Tebuireng, Jombang. Kyai Hasyim
bukan saja Kyai ternama, melainkan juga seorang petani dan pedagang yang
sukses. Tanahnya puluhan hektar. Dua hari dalam seminggu, biasanya Kyai
Hasyim istirahat tidak mengajar. Saat itulah ia memeriksa
sawah-sawahnya. Kadang juga pergi Surabaya berdagang kuda, besi dan
menjual hasil pertaniannya. Dari bertani dan berdagang itulah, Kyai
Hasyim menghidupi keluarga dan pesantrennya.
0 komentar:
Posting Komentar